jpnn.com, JENEWA - Perang saudara Myanmar tak juga berhenti lewat sepekan setelah gempa besar 7,7 magnitudo yang mengguncang Myanmar akhir Maret lalu, demikian menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Jumat (4/4).
"Salah satu alasan utama dari terputusnya komunikasi yaitu adalah karena gempa dan karena pihak militer memutus komunikasi," ucap pejabat Kantor HAM PBB di Myanmar James Rodehaver dalam konferensi pers.
Tanpa merinci pelaku serangan, ia menyebut sudah terjadi 61 serangan sejak gempa terjadi pada 28 Maret.
Pejabat PBB tersebut menyoroti penggunaan pesawat layang (glider) oleh pihak militer "tampak disengaja" untuk mengakibatkan kepanikan dan mengusir warga.
Dari puluhan serangan tersebut, 16 serangan terjadi setelah junta Myanmar menyatakan gencatan senjata pada 2 April, kata Ravina Shamdasani, pejabat dari Kantor HAM PBB.
Sementara itu, Babar Baloch, pejabat Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), mengatakan bahwa 19 juta orang di Myanmar saat ini membutuhkan bantuan mendesak.
Komite Palang Merah Internasional (ICRC) juga menyerukan semua pihak di Myanmar untuk menghentikan permusuhannya dan mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan ke wilayah terdampak.
"Gempa bumi yang merusak serta mendesaknya kebutuhan bantuan yang ditimbulkan semestinya mendorong semua pihak untuk menyepakati upaya mendatangkan pertolongan yang penting ke komunitas yang sangat diperlemah konflik dan kekerasan bertahun-tahun," kata Regis Savioz, Direktur Wilayah Asia Pasifik ICRC.