jpnn.com - Kegagalan tata kelola hutan di Indonesia bukan soal kurangnya regulasi, melainkan minimnya ide dan gagasan dari pemangku kebijakan.
Dari satu periode ke periode berikutnya, kementerian yang seharusnya menjadi benteng ekologis negara sering berubah menjadi loket perizinan yang melancarkan ekspansi, bukan penataan.
Kita menyaksikan para menteri berganti wajah, tetapi pola pikirnya tetap sama: hutan adalah beban, bukan modal intelektual.
Akibatnya, bencana ekologis—termasuk yang kembali melanda Sumatra—lebih mirip konsekuensi sistemik daripada musibah alam.
Di tengah parade kebijakan setengah hati itu, ide-ide Rizal Ramli justru makin menunjukkan out of the box.
Ia satu dari sedikit ekonom yang membaca hutan bukan sebagai komoditas kayu, melainkan instrumen strategis negara.
Ketika negara sibuk meminjam uang dari lembaga internasional, Rizal Ramli saat menjabat sebagai Menko Perekonomian di era pemerintahan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur justru menawarkan cara lain: gunakan hutan sebagai jaminan karbon dan cadangan ekologis yang dapat dinegosiasikan ke pasar global tanpa menebang sebatang pun pohon.
Ia menggeser cara pandang: dari sektoral ke geopolitik; dari eksploitasi fisik ke optimalisasi nilai.






















































