jatim.jpnn.com, SURABAYA - Siapa sangka, insiden ambruknya musala Pondok Pesantren Al Khoziny menyimpan cerita lain yang dikenang oleh para santri.
Bukan hanya memakan korban jiwa, tetapi juga ada sebuah tradisi di balik insiden tersebut. Tradisi itu dilaksanakan oleh banyak santri.
Santri yang selamat Sulaiman (18) menceritakan ada tradisi hukuman bagi santri yang membolos, untuk ikut membantu proses mengecor bangunan 3 lantai yang pada akhirnya ambruk.
“Banyak tukang sebenarnya. Kalau santri lain tidak wajib. Cuma kayak hukuman. Misalnya, kalau tidak ikut suatu kegiatan, nanti disuruh bantuin mengecor," kata Sulaiman, di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD RT Notopuro Sidoarjo, Rabu (1/10) malam.
Meski terpaksa mengikuti sanksi tersebut, santri yang sudah mondok enam tahun ini menilai, hukuman berlaku kepada santri untuk mau membantu proses cor, yang dilakukan tukang, bukan dikerjakan santri sendiri.
“Saat kejadian runtuhnya bangunan musala sekira pukul 15.00 WIB sore, menimpa jemaah Salat Ashar di dalamnya, saya tidak ada di dalam,” ungkapnya.
Menurutnya, tidak sedikit saksi mata yang berteriak seolah olah mengatakan bangunan pondok akan ambruk.
“Saya dari luar, begitu sampai bangunan sudah ambruk dengan puluhan santri tertimpa bongkahan bangunan 3 lantai yang sedang proses di cor itu. Pas pada saat salat, imamnya selamat, tetapi jemaahnya banyak yang kurang beruntung ," bebernya.



















































