Mengembalikan Napas Hutan Indonesia Lewat Pohon Karet

4 days ago 21

Irfan Ahmad Fauzi - Ketua Asosiasi Petani Karet Indonesia (Apkarindo). Foto: source for jpnn

jpnn.com - INDONESIA kini menghadapi dua krisis besar sekaligus: degradasi lingkungan dan kemiskinan agraria. Lahan kritis, bekas tambang, lahan pascakebakaran, atau areal pertanian yang tak produktif — sejuta potensi terbuang. 

Di sisi lain, masyarakat desa, khususnya petani kecil, menghadapi keterpurukan ekonomi akibat harga komoditas yang fluktuatif dan keterbatasan akses pasar. 

Dalam konteks inilah menanam karet sebagai bagian dari rehabilitasi lahan perlu ditempatkan sebagai strategi nasional—bukan sekadar alternatif, tetapi sebuah solusi yang nyata, terukur, dan berjangka panjang.

Data resmi menunjukkan Indonesia memiliki sekitar 3,55 juta hektare kebun karet pada 2023, dan lebih dari 2,5 juta petani kecil bergantung pada komoditas ini sebagai sumber penghidupan. 

Karet adalah komoditas rakyat; hampir 90 persen kebunnya dimiliki petani kecil. Di saat banyak komoditas bergantung pada perusahaan besar, karet tetap berada dalam kendali keluarga-keluarga di desa. 

Sayangnya, tren terbaru menunjukkan penurunan luas lahan dan penurunan produktivitas. Sebagian besar kebun telah tua, kurang perawatan, dan minim replanting.

Ironisnya, penurunan kinerja karet nasional terjadi di tengah semakin luasnya lahan terdegradasi. Di Sumatera, Kalimantan, dan sebagian Sulawesi, ribuan hektare bekas kebun yang gagal panen, lahan pascakonversi, hingga lokasi bekas kebakaran dibiarkan terbuka tanpa rehabilitasi. Jika kita sungguh ingin memulihkan bentang alam, maka karet dapat menjadi pintu masuk yang paling realistis karena memiliki karakter ekologis yang kuat: akar yang dalam, peneduh alami, dan daya adaptasi pada lahan dengan tingkat kesuburan rendah.

Namun, rehabilitasi karet bukan sekadar penanaman massal. Masalah utama pembangunan perkebunan selama ini adalah orientasi pada skala luas tanpa arahan sosial. Program rehabilitasi berbasis karet harus dilakukan melalui petani kecil, bukan menggantikan mereka. Pemerintah dapat memulai dari lahan-lahan bekas tambang, bekas tebangan, dan areal pertanian yang tak lagi produktif. Lahan seperti ini tidak punya fungsi ekonomi maupun fungsi ekologis—justru di sinilah karet dapat tumbuh dan mengembalikan nilai.

Indonesia kini menghadapi dua krisis besar sekaligus: degradasi lingkungan dan kemiskinan agraria. Lahan kritis, bekas tambang...

Read Entire Article
| | | |