jatim.jpnn.com, SURABAYA - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyebut transisi energi dari elpiji 3 kilogram ke gas bumi masih jauh dari harapan. Salah satu penyebabnya minimnya pembangunan jaringan gas (jargas) rumah tangga yang terealisasi.
Hingga akhir 2024, jumlah sambungan rumah (SR) baru mencapai 818 ribu sambungan. Angka itu masih jauh dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang ditetapkan sebanyak 4 juta sambungan.
Anggota BPH Migas Wahyudi Anas menjelaskan pembangunan jargas sebenarnya sudah masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Namun, realisasinya masih jauh dari rencana.
Kondisi itu membuat upaya transisi energi dari elpiji 3 kilogram ke gas bumi belum ideal, padahal kebutuhan gas rumah tangga sangat besar.
“Pemakaian gas untuk bahan bakar memasak menyerap 87,66 persen dari total bauran energi di Jawa Timur. Sisanya disumbang kayu bakar sebesar 11,5 persen, sedangkan energi listrik, minyak tanah, dan arang tak sampai satu persen meskipun digabungkan,” ujar Wahyudi dalam Leadership Forum PGN-PWI Jawa Timur di Surabaya, Kamis (27/2).
Ironisnya, kebutuhan elpiji yang bisa dipasok dari suplai domestik hanya 18 persen. Sisanya sebanyak 82 persen harus diimpor, membuat realisasi subsidi LPG 3 kilogram mencapai Rp 76,2 triliun sepanjang 2024.
Meski realisasi tersebut delapan persen di bawah anggaran sebesar Rp 82,8 triliun akibat turunnya harga LPG global, beban subsidi tetap tinggi.
Wahyudi menilai pemenuhan kebutuhan bahan bakar dapur melalui jargas bisa menekan beban subsidi. Terlebih, pasokan gas bumi di Jatim saat ini sedang surplus. Jaringan Jawa Timur-Jawa Tengah mencatat kelebihan pasokan hingga 134,28 mmscfd.