jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Aliansi Rakyat Cirebon Bersatu (ARCB), Wahyu Irawan, menilai penolakan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri terhadap usulan gelar Pahlawan Nasional bagi Presiden ke-2 RI, Soeharto, mencerminkan cara pandang yang terlalu personal terhadap sejarah bangsa.
Menurut Wahyu, bangsa besar seharusnya tidak hidup dari luka masa lalu, melainkan tumbuh melalui penghormatan terhadap jasa para pemimpinnya.
“Kalau setiap luka pribadi dijadikan ukuran dalam menilai sejarah, maka bangsa ini akan terjebak dalam ruang dendam yang tidak ada ujungnya. Indonesia tidak dibangun oleh satu keluarga, tetetapi oleh banyak tangan dan pengorbanan," kata dalam keterangannya, Sabtu, (8/11).
Dia menyoroti pernyataan Megawati yang disampaikan dalam seminar internasional memperingati 70 tahun Konferensi Asia-Afrika di Blitar.
Megawati menolak wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto dengan alasan adanya luka sejarah keluarga, terutama terkait masa-masa akhir kepemimpinan Soekarno.
Wahyu menilai alasan tersebut justru berpotensi mengaburkan esensi kepahlawanan yang bersifat nasional.
“Luka pribadi seharusnya disembuhkan, bukan diwariskan. Kalau bangsa ini terus memelihara luka, kapan kita belajar berdamai dengan sejarah?” ujarnya.
Menurutnya, jasa Soeharto terhadap pembangunan bangsa tidak bisa dihapus begitu saja oleh perbedaan tafsir politik.





















































