jpnn.com, JAKARTA - Di tengah ekonomi global yang makin terfragmentasi, perdagangan internasional tidak lagi bisa dipahami sebagai aktivitas netral antara penjual dan pembeli lintas negara.
Perdagangan kini menjadi arena persaingan kekuatan modal, teknologi, dan kepentingan geopolitik.
Oleh karena itu, evaluasi akhir tahun kebijakan perdagangan nasional harus diletakkan dalam kerangka yang lebih jujur dan struktural: apakah perdagangan Indonesia benar-benar memperkuat ekonomi nasional atau justru memperdalam ketergantungan.
"Perdagangan adalah wajah kehadiran negara di pasar. Jika negara bersikap netral, maka pasar akan dikuasai oleh mereka yang paling kuat modal dan teknologinya, bukan oleh pelaku usaha nasional," tegas Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto dalam keterangannya pada Rabu (31/12/2025).
Pernyataan ini penting untuk membaca kinerja Kementerian Perdagangan Republik Indonesia sepanjang tahun berjalan—bukan hanya dari sisi realisasi program, tetapi dari arah kebijakan dan keberpihakan jangka panjangnya.
Perdagangan Global Tidak Pernah Netral
Pandangan perdagangan bebas otomatis menciptakan kesejahteraan telah lama dikritik para ekonom dunia.
Paul Krugman melalui New Trade Theory menegaskan bahwa perdagangan justru cenderung menciptakan konsentrasi pasar akibat skala ekonomi dan dominasi korporasi besar.






















































