jpnn.com, JAKARTA - Pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 Indonesia Soeharto, dan Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mendapat dukungan dari Presidium Nasional BEM PTNU Se-Nusantara, Achmad Baha’ur Rifqi.
Rifqi menilai bahwa kebijakan tersebut merupakan bentuk penghargaan terhadap dua tokoh besar bangsa yang memiliki jasa luar biasa dalam perjalanan Indonesia.
Soeharto dikenal sebagai pemimpin yang berperan penting dalam menciptakan stabilitas nasional dan mendorong kemajuan pembangunan.
Sementara Gus Dur dikenang sebagai tokoh demokrasi, pluralisme, dan kemanusiaan yang memperjuangkan nilai-nilai kebebasan, keadilan, serta toleransi antarumat beragama.
“Keduanya adalah figur bersejarah yang telah memberi warna besar bagi perjalanan bangsa Indonesia. Soeharto berjasa dalam membangun ketahanan ekonomi nasional, sedangkan Gus Dur menjadi simbol kebebasan berpikir dan kemanusiaan universal. Sebaik-baiknya pemimpin tentu memiliki kekurangan, namun bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati pendahulunya,” ujar Rifqi.
Rifqi juga menyoroti perdebatan publik yang menolak wacana tersebut dengan alasan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Menurutnya, jika standar penetapan gelar pahlawan harus menuntut sosok yang 100 persen bersih dari pelanggaran, maka bukan hanya Soeharto bahkan banyak tokoh besar dunia tidak akan pernah diakui sebagai pahlawan.
“Pahlawan harus dinilai secara proporsional: ada jasa, ada pula kekurangan. Soeharto memang tidak lepas dari kontroversi, tetapi di sisi lain, dia berjasa besar dalam menjaga stabilitas nasional, mendorong pembangunan besar-besaran, pertumbuhan ekonomi, swasembada pangan, hingga pembangunan infrastruktur strategis,” ujar dia.





















































