jatim.jpnn.com, SURABAYA - Ledakan amarah warga di Kepulauan Kangean, Kabupaten Sumenep, yang berujung membakar fasilitas umum di kawasan waterpark dinilai menjadi tamparan keras bagi PT Kangean Energi Indonesia (KEI) serta Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan SKK Migas.
Anggota DPRD Jatim Nur Faizin menilai kejadian itu merupakan buah dari arogansi perusahaan dan kelalaian pemerintah dalam merespons peringatan yang sudah berulang kali disampaikan berbagai pihak.
“Kami sudah berkali-kali mengingatkan agar kegiatan survei seismik PT KEI dihentikan dulu karena ada potensi gesekan sosial di masyarakat, tetapi suara kami di DPRD dan aspirasi warga seolah tidak pernah dianggap serius. Sekarang, setelah terjadi konflik dan pembakaran, Pemprov dan SKK Migas bisa apa?,” ucap Faizin tertulis, Kamis (6/11).
Politikus PKB itu menilai situasi di lapangan saat ini bukan sekadar kesalahpahaman antara warga dan aparat, tetapi akibat lemahnya koordinasi dan pengawasan pemerintah terhadap aktivitas perusahaan migas tersebut.
“Kami tidak ingin masyarakat justru dihadapkan dengan aparat, padahal ini karena kelalaian kebijakan. Lambannya respons Pemprov Jatim, SKK Migas, dan PT KEI membuat masyarakat semakin frustrasi,” katanya.
Menurut anggota Komisi C DPRD Jatim itu, sejak awal tanda-tanda penolakan warga sudah terlihat saat kegiatan survei seismik dimulai. Namun, pemerintah daerah dan instansi teknis dianggap terlambat turun tangan dan tidak membuka ruang komunikasi dengan masyarakat.
“Kalau sejak awal PT KEI, SKK Migas, dan Pemprov mau mendengar suara warga dan tokoh masyarakat, kejadian ini tidak akan pernah terjadi. Pemerintah jangan hanya hadir ketika bicara eksplorasi, lalu menghilang ketika muncul konflik. Negara harus hadir sebelum rakyat kehilangan sabar,” ujar Nur Faizin.
Dia juga menyoroti lemahnya koordinasi lintas sektor antara perusahaan, pemerintah daerah, dan aparat keamanan yang menyebabkan hilangnya kepercayaan publik.



















































