jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI, Sihar P. H. Sitorus menyoroti dua isu utama dalam sistem layanan kesehatan nasional saat rapat kerja bersama Kementerian Kesehatan, Ketua DJSN, Ketua Dewas BPJS Kesehatan, dan Direktur BPJS Kesehatan.
Fokus utama pembahasan adalah implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dan perubahan klasifikasi rumah sakit, yang dinilai memiliki dampak besar terhadap sistem kesehatan nasional.
Hasil validasi terhadap 2.766 rumah sakit menunjukkan bahwa rumah sakit swasta lebih banyak menerapkan KRIS dibandingkan rumah sakit umum daerah (RSUD), baik secara penuh maupun sebagian.
Menanggapi temuan ini, Sihar P. H. Sitorus mempertanyakan lambatnya implementasi di rumah sakit pemerintah.
“Pemerintah memiliki otoritas dan anggaran yang cukup, tetapi mengapa RSUD justru tertinggal dalam penerapan KRIS? Apakah terdapat hambatan struktural, atau justru rumah sakit swasta melihat ini sebagai peluang bisnis yang lebih cepat untuk diadaptasi? Bahkan, bisa jadi ada tekanan tertentu untuk mempercepat implementasi di sektor swasta. Kalau kata Queen, ini seperti ‘Under Pressure’,” ujar politisi dari Fraksi PDI Perjuangan (Dapil Sumut II).
Selain implementasi KRIS, rapat ini juga membahas perubahan klasifikasi rumah sakit, dari sistem berbasis jumlah kamar (kelas A, B, C) menjadi berbasis kompetensi layanan.
Sihar menyoroti bahwa transformasi ini akan berdampak besar pada investasi rumah sakit, biaya operasional, serta akses masyarakat terhadap layanan kesehatan.
“Perubahan dari kuantitas ke kualitas tentu memiliki konsekuensi besar. Pergeseran investasi di rumah sakit dapat berdampak pada meningkatnya biaya layanan kesehatan. Sementara pemerintah ingin meningkatkan kualitas layanan, masyarakat tetap membutuhkan akses yang luas terhadap fasilitas kesehatan,” jelasnya.