jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Serikat Pekerja Informal Migran dan Pekerja Profesional Indonesia (IMPPI) William Yani Wea meminta pemerintah turun tangan menuntaskan kasus perusahaan online skimming di Kamboja yang mempekerjakan 17 warga Sulawesi Utara.
"Kasus ini tidak bisa dikategorikan kejahatan murni biasa. Ini sudah menjadi kejahatan extra ordinary crime yang mesti diperangi," kata William Yani Wea, Rabu (5/3).
Yani menjelaskan online scam merupakan kegiatan kejahatan yang merusak mental pekerja dari orang-orang baik menjadi penjahat, juga terjadi praktik pemerasan dan penipuan yang bisa memangsa siapapun.
Untuk itu, lanjut Yani, meski dalam proses rekruitmen tidak terjadi ancaman kekerasan, penculikan pemalsuan ataupun penipuan, rekruitmen Pekerja Migran Indonesia (PMI) sebagai pekerja scam online itu terbilang Praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
"Bentuk tim gabungan yang terdiri dari Kementerian P2MI, Kementerian Luar Negeri, TNI, dan Polisi. Cari siapa sebenarnya pemain di balik layar terhadap TPPO di Kamboja yang sangat sadis inii," pungkasnya.
Seperti diketahui, saat ini sedang viral, 17 warga asal Sulut yang telantar di depan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Phnom Penh. Mereka terjebak di Kamboja, dan belum bisa kembali ke Indonesia karena tak punya uang.
Informasi dirangkum, mereka ke Kamboja setelah sebelumnya direkrut oleh orang asal Indonesia dengan iming-iming mendapatkan pekerjaan di kantor dengan gaji yang besar setiap bulannya. Mereka pun pergi diduga secara ilegal.
Sesampainya di Kamboja, mereka kemudian dipekerjakan di perusahaan judi online yang sering melakukan scam kepada target di Indonesia.