jogja.jpnn.com, YOGYAKARTA - Ambruknya salah satu bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, pada Senin (29/9) telah menyebabkan sedikitnya 67 korban jiwa.
Peristiwa itu mendapat sorotan dari dosen Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM) Ashar Saputra.
Menurut Ashar, peristiwa tragis itu menjadi pengingat kritis tentang kegagalan struktur dan abainya kepatuhan terhadap peraturan teknis bangunan.
Ashar menegaskan bangunan publik yang digunakan masyarakat luas seharusnya memiliki kinerja struktur yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2021 tentang Bangunan Gedung (termasuk Persetujuan Bangunan Gedung/PBG).
Namun, banyak lembaga pendidikan dan pesantren yang mendirikan bangunan tanpa melewati tahapan evaluasi ketat ini.
Dari pengamatannya, Ashar menduga ada dua faktor utama yang berkontribusi pada keruntuhan.
Pertama, bangunan yang digunakan sebagai musala itu kemungkinan besar masih dalam proses konstruksi, tetapi sudah digunakan untuk aktivitas lain, sebuah kondisi yang sangat berisiko.
“Proses pengecoran belum sempurna, padahal bangunan masih membutuhkan penopang," katanya.



















































