jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi da Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky menilai deflasi pada Mei 2025 memang menunjukkan adanya penurunan daya beli.
Riefky menyebut rilis BPS bukanlah kabar baik, mengingat rilis data inflasi sejalan dengan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang cenderung menurun.
Di sisi lain, memang prediksi banyak ahli menunjukkan bahwa kuartal II masih akan di bawah lima persen (pertumbuhan ekonomi).
"Ini memang cukup mengkhawatirkan,” ujar dia.
Riefky menilai paket stimulus ekonomi yang baru diluncurkan pemerintah memang mampu menjaga daya beli masyarakat, tetapi terutama hanya menyasar masyarakat miskin dan rentan.
Isu daya beli masyarakat kelas menengah masih menjadi permasalahan yang belum terselesaikan.
“Untuk masyarakat menengah ke atas memang mereka perlu peningkatan daya beli. Bagaimana caranya? Penciptaan lapangan kerja. Ini yang memang belum terjadi ke depannya,” kata Riefky.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi pada Mei 2025 sebesar 0,37 persen secara bulanan atau month to month (mtm), setelah dua bulan sebelumnya mengalami inflasi. Secara tahunan, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) menurun menjadi 1,60 persen year on year (yoy).