jatim.jpnn.com, SURABAYA - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menyatakan pertunjukan seni atau ekspresi publik terutama sound horeg secara prinsip memperoleh perlindungan hak cipta.
Namun, pelaksanaan yang tidak terkontrol dan melanggar ketertiban umum tetap dapat dibatasi secara hukum.
Pernyataan itu menanggapi terbitnya Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur yang menyatakan penggunaan sound horeg dengan volume berlebihan serta muatan maksiat sebagai hal yang diharamkan.
Fatwa tersebut juga merekomendasikan agar Kemenkumham menunda penerbitan legalitas terkait sound horeg, termasuk perlindungan kekayaan intelektual (KI), sampai ada komitmen perubahan dan penyesuaian terhadap norma yang berlaku.
“Sound horeg sebagai bagian dari ekspresi seni tetap harus tunduk pada norma agama, sosial, dan hukum. Bila menimbulkan gangguan atau pelanggaran maka dapat dikenakan pembatasan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta,” ujar Direktur Jenderal RI Razilu, Jumat (18/7).
Dia merujuk pada Pasal 50 UU Hak Cipta yang menyatakan larangan menyebarluaskan ciptaan yang bertentangan dengan moral, agama, kesusilaan, ketertiban umum, serta keamanan nasional.
Razilu juga menyoroti fatwa MUI Jatim tidak serta-merta melarang sound horeg sepenuhnya.
Aktivitas tersebut masih diperbolehkan selama dilakukan secara wajar untuk keperluan positif seperti resepsi, pengajian, atau kegiatan sosial, dan tidak mengandung unsur maksiat.