jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XIII DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Marinus Gea, mengkritik langkah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenham) yang mendorong penangguhan penahanan terhadap tujuh tersangka persekusi retret remaja Kristen di Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Menurut Marinus, tindakan tersebut seolah memberi kesan bahwa negara berpihak kepada pelaku intoleransi dan tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) kementerian.
“Jadi, menurut saya, Kementerian Hak Asasi Manusia sangat keliru dan keliru fokus terhadap tupoksi yang dia lakukan. Tupoksinya sebagai Kementerian HAM,” kata Marinus Gea, Sabtu (6/7).
Ia menilai keterlibatan langsung Kemenham dalam memberikan jaminan penangguhan penahanan kepada pelaku justru menimbulkan persepsi negatif di masyarakat.
“Ketika Kementerian Hak Asasi Manusia justru aktif turun tangan memberikan jaminan penangguhan-penahanan pelaku, justru kita menilai semua. Publik menilai. Masyarakat Indonesia menilai. Seolah-olah negara melegitimasi. Negara hadir hanya untuk menjamin hak-hak pelaku. Tetapi, kurangnya kehadiran menjamin hak korban untuk beribadah tanpa rasa takut. Ini menjadi persoalan,” ujarnya.
Marinus juga menilai keputusan tersebut diambil secara terburu-buru dan tidak mempertimbangkan dampak terhadap korban.
“Jadi, saya melihat bahwa Kementerian HAM ini terlalu terburu-buru mengirimkan sinyal, memberikan jaminan kepada para pelaku. Apalagi kepada tersangka kekerasan intoleransi yang dapat menimbulkan rasa tidak adil bagi korban, mengirim sinyal negara lebih melindungi pelaku daripada korban, atau seolah memaklumi tindakan intoleransi. Jadi, Kementerian HAM harus mengevaluasi diri,” lanjutnya.
Ia memastikan akan mempertanyakan sikap Kemenham tersebut dalam rapat kerja bersama Komisi XIII DPR RI.