Membaca Sejarah Indonesia Lewat Jejak Kota dan Komunitas

3 hours ago 18

Oleh: Agil Kurniadi, Ketua Klub Tempo Doeloe Jakarta

Membaca Sejarah Indonesia Lewat Jejak Kota dan Komunitas

Facebook JPNN.com LinkedIn JPNN.com Whatsapp JPNN.com Telegram JPNN.com

Warga Ibukota saat mengunjungi Monumen Pancasila Sakti Lubang Buaya, Jakarta, Kamis (1/10). Monumen tersebut merupakan sejarah peristiwa G30S/PKI. Foto: Ricardo/JPNN.com Ilustrasi : Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Merawat sejarah dalam ruang kota dan komunitas merupakan bagian dari merawat ingatan publik. Sebab, sejarah bukanlah sekadar masa lalu belaka, melainkan wadah bagi memori kolektif suatu bangsa. Untuk itu, menjembatani sejarah dan publik menjadi bagian yang penting.

Eksistensi publik merupakan bagian dari peradaban manusia. Dalam upaya menghidupkan eksistensi tersebut, publik membutuhkan ruang untuk melengkapi identitas kebudayaan, menyempurnakan memori kolektif, serta manifestasi ide dan pikiran.

Dari situlah, publik hidup karena itu semua adalah bagian dari upaya mengaktifkan intelektual organiknya.

Sejarah memiliki peran yang penting untuk melengkapi hal-hal tersebut dalam ruang publik, termasuk menghidupkan eksistensi publik. Seperti yang diungkapkan Presiden Soekarno dalam pidato ‘Jas Merah’: tanpa sejarah, manusia mengalami kevakuman (kekosongan memori).

Maka, sejarah menjadi bagian penting untuk meniadakan kekosongan memori manusia. Suatu Bangsa tidak hidup tanpa latar belakang dan identitas yang dimiliki.

Sejarah memberikan pemahaman bagaimana Bangsa itu hidup dengan latar belakang yang dilalui dan identitas yang tumbuh dalam suatu ekosistem.
Penting bagi sejarah menjadi nafas yang menghidupkan ruang publik, meniadakan kekosongan.

Kehadiran sejarah dapat mendekatkan publik dengan memori kolektifnya, sekaligus memberikan pembelajaran yang penting tentang nilai-nilai kehidupan.

Sejarah di ruang publik diharapkan tidak sekadar bagaimana memori kolektif hidup, tapi juga bagaimana publik dapat menginternalisasi nilai-nilai yang ada dalam masa lalu. Dengan demikian, hal tersebut bisa menempatkan sejarah sebagai kompas moral bagi suatu bangsa, agar kita tak lagi jatuh ke dalam lubang yang sama.

Sejarah bukanlah sekadar masa lalu belaka, melainkan wadah bagi memori kolektif suatu bangsa.

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Read Entire Article
| | | |