jpnn.com, BEIJING - Menteri Luar Negeri China Wang Yi meminta pihak-pihak tertentu di Jepang berhenti untuk mendukung "kemerdekaan Taiwan".
"Prinsip 'Satu China' adalah landasan politik bagi hubungan China-Jepang. Sudah 80 tahun tahun telah berlalu sejak Taiwan kembali ke China, tapi masih ada beberapa individu di Jepang yang masih berpikir ada dalam bayang-bayang dengan apa yang disebut pasukan 'kemerdekaan Taiwan'," kata Menlu Wang Yi dalam konferensi pers tahunan di Beijing pada Jumat.
Jepang diketahui pernah menduduki Taiwan sejak berakhirnya perang China-Jepang pertama pada 1895, tetapi mundur setelah kalah dalam perang China-Jepang pada 1945 yaitu ketika pulau tersebut kembali ke China yang saat itu dikuasai Kuomintang (KMT) namun ketika perang saudara muncul mengakibatkan KMT melarikan diri ke Taiwan.
Kemudian pada pertengahan Februari 2025 lalu, Jepang membuat perubahan sistem pendaftaran keluarga yang mengizinkan individu dari Taiwan untuk mencantumkan nama "Taiwan", bukan "China" sebagai tempat asal mereka. Perubahan tersebut akan berlaku pada Mei 2025.
"Hentikan propaganda bahwa 'darurat Taiwan adalah darurat Jepang.'. Sebenarnya, memprovokasi masalah atas nama Taiwan berarti mengundang masalah bagi Jepang," tegas Wang Yi.
Wang Yi mengatakan, November 2024 pemimpin China dan Jepang mencapai kesepahaman bersama untuk menindaklanjuti empat dokumen politik antara China dan Jepang, secara komprehensif memajukan hubungan strategis yang saling menguntungkan dan membangun hubungan China-Jepang yang konstruktif dan stabil pada era baru.
"Militer Jepang melakukan kejahatan keji terhadap rakyat di China dan seluruh Asia. Mereka juga membawa penderitaan yang sangat besar bagi rakyat Jepang. Berjaga-jaga terhadap kebangkitan militerisme adalah tugas yang harus dilakukan Jepang tanpa kecuali," ungkap Wang Yi.
Selama 80 tahun hubungan diplomatik kedua negara, Wang Yi menyebut, Jepang adalah negara yang paling tahu bahwa China adalah negara yang cinta damai dan tetangga yang dapat dipercaya.