jpnn.com, JAKARTA - Pengiriman 10.000 ton beras ke Palestina oleh pemerintah atas arahan Presiden Prabowo Subianto dinilai berpotensi menjadi bentuk empati semu, baik secara moral maupun politik.
Sebab, langkah 'humanis' itu dilakukan di tengah derita rakyat sendiri yang masih berjibaku dengan kelaparan dan krisis pangan.
Demikian disampaikan pengamat hukum dan politik Dr. Pieter C Zulkifli, SH., MH., dalam catatan analisisnya pada Jumat (18/5/2025).
Menurut dia, ketika negara memilih tampil dermawan ke luar negeri, namun abai pada jutaan perut lapar di kampung-kampung sendiri, maka yang terjadi bukanlah solidaritas melainkan pengkhianatan terhadap prioritas.
“Pemimpin bukan diukur dari citra global, tetapi dari keberpihakan yang konkret pada rakyatnya sendiri," kata Pieter Zulkifli dalam keterangannya, Jakarta, Jumat, 18 Juli 2025.
Pieter Zulkifli mengamini bila solidaritas adalah nilai luhur yang tak boleh lekang dari jati diri bangsa.
Dia menyebut ketika Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan pengiriman 10.000 ton beras ke Palestina, banyak pihak menyambutnya dengan simpati.
Mantan Ketua Komisi III DPR RI ini menyatakan di tengah penderitaan rakyat Palestina yang berkepanjangan, bantuan itu memang mencerminkan kepedulian Indonesia terhadap nasib bangsa tertindas.