jpnn.com, JAKARTA - Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun menekankan pentingnya pemberantasan rokok ilegal di Indonesia, karena dapat merusak penerimaan negara dari cukai.
Data Kementerian Keuangan menyebutkan, dugaan pelanggaran rokok ilegal sepanjang 2024 ditemukan bahwa rokok polos (tanpa pita cukai) menempati posisi teratas sebesar 95,44%, disusul palsu sebesar 1,95%, salah peruntukan (saltuk) 1,13%, bekas 0,51%, dan salah personalisasi (salson) 0,37%.
Potensi kerugian negara diperkirakan mencapai Rp97,81 triliun.
"Rokok ilegal merupakan tantangan serius yang harus segera diatasi oleh Bea Cukai. Rokok ilegal jelas merusak penerimaan negara. Kita perlu mempelajari secara mendalam penyebabnya," ujar Misbakhun.
Dikatakan Misbakhun, rokok ilegal muncul karena tingginya tarif cukai dan aturan harga jual eceran (HJE) yang menekan kelas rokok tertentu, sehingga mendorong praktik ilegal.
"Tarif cukai yang terus meningkat dan aturan HJE yang sangat ketat, justru mendorong pelaku industri kecil melakukan praktik-praktik ilegal, mulai dari penggunaan pita cukai palsu, pengklasifikasian produk yang tidak sesuai, hingga produksi rokok polos," jelas politisi Partai Golkar tersebut.
Misbakhun juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas Pemerintah, pelaku industri, dan seluruh pemangku kepentingan harus duduk bersama mencari solusi.
Para pelaku rokok ilegal perlu dibina agar tertib, karena bagaimanapun juga mereka turut menyerap tenaga kerja dan menyediakan alat produksi tembakau.