jpnn.com - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memikul beban janji keberlanjutan pembangunan dan komitmen pembangunan terobosan pada sektor lain.
Sorotan publik tertuju tajam pada komitmen pemberantasan korupsi, yang dijanjikan tidak hanya sebagai retorika, melainkan sebuah arsitektur sistemik berbasis tiga pilar: preventif, detektif, dan represif.
Kini, fondasi dari kerangka ambisius itu mulai menunjukkan tanda-tanda konkret.
Sebuah momen simbolis terjadi di Gedung Kejaksaan Agung, Rabu, 24 Desember 2025.
Disaksikan langsung oleh Presiden Prabowo, Jaksa Agung ST Burhanuddin secara resmi menyerahkan setoran ke negara senilai Rp 6,6 triliun.
Angka fantastis ini merupakan akumulasi dari dua sumber utama: Rp 4,28 triliun berasal dari penyitaan dalam penanganan perkara korupsi, khususnya kasus dugaan korupsi fasilitas ekspor CPO dan impor gula; sementara Rp 2,34 triliun sisanya merupakan realisasi penagihan denda administratif kehutanan dari 21 perusahaan sawit dan nikel.
Aksi represif ini disertai langkah preventif nyata, yaitu penguasaan kembali kawasan hutan seluas 4,08 juta hektare untuk direhabilitasi.
Lebih dari sekadar pencapaian instan, momentum ini menjadi batu pijakan strategis.






















































