jpnn.com - JAKARTA - Peneliti senior Citra Institute, Efriza menilai dengan perubahan logo, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) berupaya manggaet pemilih PDIP yang sudah kecewa dan jenuh dengan kepemimpinan partai berlogo banteng moncong putih itu.
Hanya saja, lanjutnya, rebranding logo itu malah berisiko bagi PSI, karena basis lama partai itu ialah kalangan masyarakat kota yang berpemikiran maju.
"Basis mereka itu yang awalnya tertarik malah bisa mengendur karena perubahan ini tidak lagi menunjukkan citra partai yang modern dan bernilai juang semangat pembaruan untuk kemajuan negeri," kata Efriza kepada JPNN.com, Jumat (18/7).
Dia menyebutkan meski PSI telah melakukan perubahan logo, tidak lantas kader-kader PDIP tertarik untuk pindah ke PSI.
"Bisa saja mereka bilang 'buat apa jika di sana ada Jokowi dan keluarganya'. Kader PDIP juga rasional bahwa mereka itu partai besar, partai pemenang, sedangkan PSI partai gurem yang tidak lolos parliamentary threshold dan dikelola oleh Jokowi dan keluarganya," lanjutnya.
Dia menegaskan PSI tidak akan tiba-tiba membesar karena faktor Jokowi. Pasalnya, jika dikalkulasi pengaruh Presiden ke-7 RI itu kecil.
"Bahkan kemarin ada Jokowi sebagai presidennya, PSI tetap tidak lolos parliamentary threshold," pungkas Efriza.
Diketahui, PPSI akan meluncurkan logo baru dalam kongres perdananya yang akan digelar di Solo, Jawa Tengah, akhir pekan ini.