jabar.jpnn.com, CIREBON - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Cirebon tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR).
Dalam Raperda tersebut, terdapat pasal-pasal larangan iklan, promosi dan sponsorship yang berdampak langsung pada sektor periklanan dan ekonomi kreatif.
Menanggapi perkembangan tersebut, pelaku usaha media kreatif Cirebon berharap mendapatkan perlindungan di tengah kondisi sosial ekonomi yang penuh tantangan saat ini, termasuk dari regulasi yang menekan.
Saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pekan lalu, Muchtar Kusuma, salah pelaku usaha reklame di Kabupaten Cirebon menuturkan pihaknya yang sempat dilibatkan dalam paparan Rencana Strategi (Renstra) 2025 - 2029, ditarget oleh Pemkab Cirebon untuk bisa berkontribusi terhadap pemasukan asli daerah (PAD). Adapun target PAD untuk sektor reklame Rp 6,7 miliar atau naik sebesar Rp 500 juta per tahun.
"Kami menyayangkan keberadaan pasal pelarangan iklan, promosi dan sponsorship rokok jelas akan memukul sektor reklame. Reklame itu berkaitan dengan titik-titik strategis yang bisa dilihat banyak orang, maka akan semakin sulit dengan adanya pasal pelarangan beriklan," kata Muchtar dalam keterangannya, Rabu (5/11/2025).
Muchtar berharap baik legislatif maupun eksekutif dapat mempertimbangkan ulang keberadaan pasal tersebut. Bukan sekadar berdampak pada keberlangsungan usaha, tetapi juga tenaga kerja akan terkena efek domino negatif atas pelarangan reklame dalam Raperda KTR Cirebon.
Senada, Handi Adiyatama, salah satu promotor event dalam RDPU memaparkan bahwa promosi dan sponsorship rokok yang ada selama ini sangat membantu dalam mendukung kegiatan positif masyarakat yang lain, termasuk kegiatan kolektif masyarakat.
"Cirebon sebagai segitiga rebana, dengan adanya sponsor rokok, kami bisa membuat festival skala besar untuk masyarakat. Maka, dampaknya sangat besar ketika tidak ada sponsor rokok. Otomatis tidak ada event ikutan lainnya. Setiap event kan juga sudah diatur pengunjung hanya boleh 21 tahun ke atas, Oleh karena itu perlu dikaji ulang," ujar Handi.



















































