jpnn.com - Beberapa waktu ini, masyarakat dihebohkan dengan pemberitaan adanya Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap oknum Kejaksaan yang terlibat dalam kasus suap penanganan perkara di wilayah Banten dan Kalimantan Selatan.
Hal ini sungguh mengkhawatirkan di tengah tingginya harapan dan kepercayaan publik pada Kejaksaan.
Prestasi Kejaksaan terutama dalam kurun waktu satu hingga dua tahun ini menunjukkan harapan besar untuk merealisasikan komitmen Presiden dan pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Sebut saja penanganan Kejaksaan di sejumlah kasus mega-korupsi di Pertamina, PT. Timah, Kementerian Pendidikan atau kasus penanganan perkara di MA yang kerugian dan pencucian uangnya hingga triliunan rupiah.
Tren tingkat kepercayaan publik pada Kejaksaan sebenarnya relatif menunjukkan peningkatan.
Sebagaimana studi tingkat kepercayaan yang dilakukan oleh sejumlah institusi survei, kejaksaan pada 2020-2025 menunjukkan peningkatan daripada KPK maupun Polri.
Pada awal 2020-2021, tren tingkat kepercayaan publik kepada Kejaksaan berada pada kurang lebih 70 persen (Puslitbang Polri) dan meningkat pada tahun 2023 secara signifikan hingga 77-81 persen (Indikator Politik).
Angka ini memang sempat menurun hingga 75-76 persen pada 2024 (LSI dan Indikator Politik), namun mengalami kenaikan kecil pada 2025, yakni 76-77 persen (LSI atau Indikator Politik). Namun begitu angka ini boleh jadi menurun di penghujung 2025 akibat beberapa insiden seperti OTT KPK pada Kajari di Banten dan Kalsel serta beberapa permasalahan lainnya.






















































