jpnn.com, JAKARTA - Keberadaan Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2025 Tentang Perubahan Keempat UU Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditetapkan pada 6 Oktober lalu masih menyisakan polemik. Hal yang menjadi sorotan ialah soal rangkap jabatan di BUMN dan pemerintahan.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengharapkan ketentuan baru itu semestinya bisa menjadi landasan penguatan tata kelola dan peningkatan profesionalisme organ BUMN yang berimplikasi pada kinerja.
Menurut Agus, dirinya mengapresiasi UU baru tentang BUMN itu. Namun, dia mewanti-wanti soal pentingnya implementasi UU itu bisa berjalan baik.
“Apabila membahas tentang profesionalisme, khususnya rangkap jabatan, perlu diperjelas dan ditata dengan baik aturannya hingga level eselon,” ucap Agus dalam keterangannya, pada Jumat (31/10).
Papam -panggilan akrab Agus Pambagi- menjelaskan Pasal II Ayat (2) UU Nomor 16 Tahun 2025 jelas menyatakan tentang ketentuan rangkap jabatan di tingkat menteri dan wakil menteri. Namun, dia mempertanyakan soal ketentuan bagi pejabat eselon kementerian yang diangkat menjadi Komisaris BUMN.
Menurut Agus, lahirnya UU baru itu dan keberadan Danantara membuat peraturan mengeri (permen) BUMN menjadi invalid. "Sehingga perlu diperjelas dan dipertegas ketentuannya” tuturnya.
Dalam aturan baru UU BUMN ditegaskan bahwa rangkap jabatan menteri dan wakil menteri sebagai organ BUMN berlaku paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang posisi ganda.
Namun, aturan itu belum memberikan landasan bagi pengangkatan aparatur sipil negara (ASN) sebagai komisaris BUMN.






















































