jabar.jpnn.com, BOGOR - Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) mengeklaim data 15.657 pemutusan hubungan kerja (PHK) periode Januari-Oktober 2025, mayoritas adalah berasal dari berakhirnya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang kerap berujung pada perpanjangan kontrak kembali.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Barat, I Gusti Agung Kim Fajar Wiyati Oka, mengatakan data yang dirilis Satudata Kementerian Ketenagakerjaan harus dibaca secara utuh karena tidak selalu mencerminkan hilangnya pekerjaan secara permanen.
"Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan, persentase terbesar PHK diakibatkan habis kontrak. Namun, fakta di lapangan menunjukkan setelah kontrak habis, banyak yang langsung dilakukan perpanjangan kontrak atau direkrut ulang," ujar Kim.
Kim menjelaskan angka 15.657 tersebut adalah akumulasi laporan perselisihan hubungan industrial dan laporan perusahaan yang masuk ke dinas.
Oleh karena itu, ia memastikan situasi ketenagakerjaan di provinsi dengan populasi terbesar di Indonesia ini masih terkendali, meski angka statistik terlihat tinggi.
Kendati demikian, Disnakertrans Jabar tidak menampik adanya tekanan nyata pada sektor industri padat karya, khususnya tekstil.
Kim membedah tiga faktor utama yang memaksa pabrik-pabrik tekstil melakukan efisiensi atau relokasi, yakni serbuan impor pakaian bekas ilegal, lambatnya peremajaan mesin teknologi yang membuat kalah bersaing, serta kesulitan bahan baku.
"Selain itu, adanya disparitas upah minimum antar daerah mendorong perusahaan berpindah ke wilayah dengan struktur upah yang lebih kompetitif untuk menekan biaya operasional," katanya.



















































