jabar.jpnn.com, KOTA BANDUNG - Teknik ransomware terus berkembang dengan semakin canggih, dan Indonesia masih menjadi salah satu pasar yang paling sering menjadi sasaran serangan siber di Asia Tenggara.
Seiring perusahaan memperluas operasional digitalnya, risiko kehilangan akses terhadap data, baik akibat serangan siber maupun kesalahan operasional, dapat menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan bisnis.
Dalam wawancara yang dilakukan di sela IndoSec Summit 2025, Indonesia Country Manager Synology Inc, Clara Hsu membagikan sejumlah red flags yang perlu diwaspadai perusahaan agar strategi perlindungan data mereka benar-benar siap menghadapi tantangan ke depan.
“Transformasi digital di Indonesia berkembang sangat pesat, namun ketahanan data juga harus berjalan seiring. Backup saja tidak lagi cukup jika proses pemulihan data tidak bisa dijamin,” ujar Clara dalam keterangan tertulisnya kepada JPNN.com, dikutip Sabtu (27/12/2025).
Red Flag 1: Backup Parsial atau Tidak Menyeluruh
Saat beban kerja (workloads) atau aplikasi baru ditambahkan, tidak jarang sistem tersebut luput dari kebijakan backup. Alasannya bisa beragam, mulai dari keterbatasan waktu tim IT hingga konfigurasi yang belum diperbarui. Di sisi lain, masih banyak perusahaan yang hanya melakukan backup pada file tertentu yang dianggap penting demi menghemat kapasitas penyimpanan.
Pendekatan ini justru dapat menjadi masalah besar saat proses pemulihan dibutuhkan.
“Data yang tidak dibackup pada dasarnya sudah berada dalam kondisi berisiko,” ujar Clara.



















































