jateng.jpnn.com, SEMARANG - Tiap Oktober, peristiwa heroik Pertempuran Lima Hari di Semarang selalu dikenang sebagai sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Di balik berondong bedil-bedil yang mengguncang kota pada Oktober 1945 itu, tersimpan kisah keberanian, pengorbanan dan solidaritas lintas etnis.
Satu di antara nama yang selalu disebut dalam peristiwa itu adalah Kariadi, seorang dokter yang gugur di tengah situasi kota yang memanas.
Pegiat Sejarah Semarang Mosez Christian menyebut Kariadi merupakan dokter malaria yang banyak meneliti dan membantu masyarakat di Kalimantan dan Papua.
Saat di Semarang, dia menjabat kepala laboratorium. Lewat analisisnya, Kariadi bukan pemicu pertempuran, melainkan simbol keberanian di masa genting 80 tahun silam.
“Pada malam 14 Oktober, dia hendak memeriksa kabar keracunan air di reservoir, tetapi belum sempat tiba, dia terbunuh di Jalan Pandanaran,” ujar Mosez ditemui dalam Pameran Arsip Pertempuran Lima Hari di Semarang bertajuk Ketika Api Menyala di Semarang di Rumah Pohan Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (14/10).
Menurutnya, isu keracunan air di Reservoir Siranda saat itu hanyalah rumor yang menyebar luas hingga menimbulkan kepanikan.
Kabar tersebut bahkan dimuat di Warta Indonesia dengan peringatan agar warga tidak meminum air dari reservoir.


















































