jateng.jpnn.com, SEMARANG - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menempatkan pengadaan barang dan jasa (PBJ) di Provinsi Jawa Tengah (Jateng) sebagai fokus utama pengawasan tahun ini.
Langkah ini diambil sebagai respons atas tingginya potensi penyimpangan dalam pengelolaan PBJ yang berdampak besar terhadap efektivitas kebijakan fiskal dan pelayanan publik.
Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah BPKP Setya Negara menyampaikan pengadaan barang dan jasa menyumbang 80 persen dari kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dia menjelaskan temuan ini menjadi dasar kuat bagi BPKP untuk memperketat pengawasan.
"Sampai detik ini, potensi penyimpangan dalam PBJ masih tinggi. Data sahabat kami di KPK menunjukkan bahwa 80 persen kasus yang ditangani adalah soal PBJ. Maka ini harus kita kawal dengan serius," ujar Setya dalam Pengukuhan Kepala Perwakilan BPKP Jateng di Gradhika Bhakti Praja Semarang, Selasa (8/7).
Dia juga menyoroti tantangan besar dalam pengelolaan keuangan daerah, khususnya terkait perencanaan dan penganggaran. Menurutnya, proses perencanaan sejak awal belum mampu “mengungkit” pencapaian yang diharapkan.
"Ketika kami evaluasi, sejak awal perencanaan dan penganggaran itu tidak bisa mendorong pencapaian ultimate outcome. Indikator hanya sebatas dokumen, maka hasilnya juga biasa saja. Ini PR besar bagi kita semua," ujarnya.
Setya menyebut BPKP menetapkan tiga fokus utama pengawasan keuangan daerah di Jateng. Yaitu, pengawasan strategis berisiko tinggi yang fokus pada sektor-sektor dengan risiko penyimpangan tinggi dan dampak fiskal signifikan, khususnya PBJ dan Pendapatan Asli Daerah (PAD).