Bukit Wangbuliao

3 weeks ago 18

Oleh: Dahlan Iskan

Bukit Wangbuliao

Facebook JPNN.com LinkedIn JPNN.com Whatsapp JPNN.com Telegram JPNN.com

Dahlan Iskan. Foto/ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Anda jangan iri: saya diajak makan wang bu liao lagi. Gratis lagi. Tempatnya istimewa. Di rumah baru seorang teman. Rumah peristirahatan. Di puncak bukit Taman Dayu, dekat Tretes.

Pemandangan senja dari roof top-nya istimewa. Bukit. Lembah yang dalam, puncak dua gunung yang menjulang tinggi, tebing terjal dengan batu-batu lebih besar dari gajah.

Bukit Wangbuliao

Pemandangan malamnya tak kalah menakjubkan. Cahaya dari lapangan golf, dari berbagai vila, dari perkotaan nan jauh di bawah sana.

Taman rumah itu sendiri tidak kalah menakjubkan: pohon-pohon langka dirawat dengan hati. Ada tiga pohon yang tumbuhnya dari dalam batu besar. Pasti lebih mahal dari mobil saya.

Ada pohon bodi –konon dari sedikit pohon yang tetap mengeluarkan oksigen di malam hari. Seharusnya saya bertapa berhari-malam di bawah pohon itu seperti Buddha sang resi.

Anda sudah tahu wang bu liao (Disway, 3 Juli 2023: Wang Buliau). Yang istimewa kali ini masaknya: Tan Fajar Surya, si pemilik ternak wang bu liao, harus ke Malang dulu. Dia mencari koki terbaik yang pernah dia tahu. Di Malang ada resto kelas atas bernama KDS. Prof Pry pasti tahu itu.

Maka wang bu liao dilarikan lewat tol dulu ke Malang. Dia sendiri yang membawa dari Surabaya ke kota berjarak 90 km itu. Dijaga agar tetap hidup. Dimasak di KDS. Lalu dibawa balik dengan kontainer khusus ke Taman Dayu.

Saya justru tertarik dengan latar belakang pemilik rumah ini: dia kini pemilik pabrik tepung ikan terbesar di Indonesia. Segala macam ikan tidak laku ditampung.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Read Entire Article
| | | |