jpnn.com, JAKARTA - Dewan Energi Mahasiswa (DEM) Indonesia menggelar diskusi publik tentang pemindahan impor migas yang belum lama ini menjadi respons pemerintahan RI akan tarif resiprokal yang diterapkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Diskusi ini menghadirkan dua narasumber utama, yaitu Dr. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, seorang ahli maritim dan energi, serta Dr. Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute.
Diskusi bertujuan untuk memberikan wawasan yang lebih mendalam mengenai dinamika kebijakan energi Indonesia, khususnya terkait dengan dampak pemindahan impor migas terhadap perekonomian nasional dan sektor energi.
Dalam sesi pertama, Dr. Komaidi Notonegoro menyampaikan analisis mendalam tentang perubahan signifikan dalam pola impor migas Indonesia yang dipengaruhi oleh kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat.
Sejak April 2025, Amerika Serikat telah menerapkan tarif lebih 10% terhadap negara-negara mitra dagang, termasuk Indonesia, sebagai bagian dari kebijakan perang dagang yang lebih agresif, dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan domestik dan melindungi industri lokal dari persaingan internasional.
Kebijakan ini berpotensi meningkatkan biaya impor dan mengubah arah perdagangan migas global, yang sebelumnya banyak mengandalkan negara-negara Timur Tengah, Singapura, dan Malaysia.
Namun, meskipun Amerika Serikat memiliki peran penting dalam pasokan migas dunia, Indonesia justru mengalami peningkatan impor dari negara-negara lain, seperti Taiwan.
"Menurut data dari TradeMap (2025), Taiwan tercatat sebagai salah satu negara pengimpor migas terbesar ke Indonesia akibat peningkatan produksi minyak yang dipicu oleh ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Hal ini menciptakan ketidakpastian dalam pola impor Indonesia yang selama ini lebih bergantung pada negara-negara pengimpor utama seperti Singapura dan Malaysia," katanya.