jatim.jpnn.com, SURABAYA - Proses identifikasi jenazah korban ambruknya bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, mengalami sejumlah kendala.
Tim Disaster Victim Identification (DVI) Mabes Polri yang ikut turun tangan menangani insiden tersebut terus bekerja keras mencari titik terang identitas para korban.
Kabid DVI Dokkes Mabes Polri dokter Wahyu Hidajati mengungkapkan kesulitan yang dialami saat proses identifikasi korban mulai dari kondisi sidik jari sudah rusak.
“Rata-rata korban meninggal dunia yang sudah dibawa ke Rumah Sakit berusia 12 sampai 15 tahun,” ujar Wahyu, Jumat (3/10).
Dia menyebut proses identifikasi struktur gigi juga menjadi hambatan yang dialami tim DVI. Mengingat, korban yang masih berusia anak anak dan remaja, belum mempunyai ciri khusus.
”Ciri-ciri khusus, gigi sudah patah atau tanda yang menjadi pembeda sehingga banyak keluarga korban tak hafal dengan ciri khusus fisik anak-anak mereka,” bebernya.
Ditambah lagi, saat kejadian para santri Pondok Pesantren Al Khoziny yang menjadi korban mayoritas memakai seragam koko warna putih dan menggunakan sarung.
“Dari pakaian, kami tidak bisa menemukan pembeda," katanya.


















































