jateng.jpnn.com, SEMARANG - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas menilai Indonesia tengah memasuki fase darurat kesehatan mental perempuan.
Menurutnya, situasi tersebut terlihat dari meningkatnya kasus kekerasan, tekanan sosial, dan beban berlapis yang dialami perempuan di berbagai sektor kehidupan.
GKR Hemas menegaskan persoalan kesehatan mental perempuan merupakan tanggung jawab negara dan masyarakat. Banyaknya korban kekerasan setiap tahun, menurutnya, mencerminkan lemahnya sistem perlindungan yang seharusnya menjamin rasa aman bagi perempuan.
“Kesehatan mental perempuan bukan urusan individu, tetapi tanggung jawab negara dan masyarakat. Ketika ratusan perempuan menjadi korban tiap tahun, itu menandakan ada yang salah dalam sistem perlindungan kita,” ujarnya dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema “Menyingkap Beban Ganda dan Trauma: Eksplorasi Mendalam Kesehatan Mental Perempuan di Era Kontemporer” di Universitas PGRI Semarang, Minggu (7/12).
Dia mengakui pemerintah telah memiliki sejumlah instrumen hukum, seperti Undang-undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Namun, efektivitas implementasinya dinilai masih jauh dari harapan.
GKR Hemas juga mendesak agar Rancangan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) ditetapkan sebagai prioritas dan disahkan pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2026.
Dia menekankan bahwa pekerja rumah tangga yang mayoritas adalah perempuan merupakan kelompok dengan tingkat kerentanan tertinggi sehingga membutuhkan jaminan perlindungan yang jelas.
“Pekerja rumah tangga sebagian besar adalah perempuan, dan mereka termasuk kelompok paling rentan. Negara tidak boleh menunda perlindungan mereka,” ujar GKR Hemas.





















.jpeg)





























