jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan mengkritisi sistem pengawasan di lingkungan peradilan setelah sejumlah hakim menjadi tersangka penerima suap putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah.
"Tegas saya katakan bahwa pengawasan di lingkungan peradilan nol besar," kata Hinca melalui layanan pesan, Selasa (15/4).
Legislator Fraksi Demokrat itu menyebut semua pihak perlu mengevaluasi Komisi Yudisial (KY) secara kelembagaan menilik sejumlah hakim yang menjadi tersangka penerima suap.
"Sudah saatnya mengevaluasi kelembagaan Komisi Yudisial, atau pahitnya kita bubarkan saja. Kalau Komisi Yudisial tak mampu memantau hakim, buat apa dipertahankan," kata Hinca.
Dia mengatakan semua elemen perlu jujur mengakui KY gagal mengawasi hakim dan ke depan sistem pemantauan diperkuat.
"Bila memang KY tak sanggup, setidaknya kita tahu mana lembaga yang patut digantungkan harapan, dan mana yang sudah waktunya ditutup kisahnya," ujar Hinca.
Pria yang juga berprofesi advokat itu menilai sistem pencegahan memang harus diperkuat agar hakim tidak main belakang memperjualbelikan putusan.
Terlebih lagi, kata dia, saat terjadi kekosongan moralitas hakim dan anggapan hukuman ringan setelah menerima suap.