Hati Hitam

3 hours ago 11

Oleh: Dahlan Iskan

Hati Hitam

Facebook JPNN.com LinkedIn JPNN.com Whatsapp JPNN.com Telegram JPNN.com

Dahlan Iskan. Foto: dok JPNN.com

jpnn.com - Saya menunggu dokter di ruang Mas Olik dirawat. Sorenya saya harus meninggalkan Beijing.

Ada yang harus saya bicarakan dengan dokter: wajah Mas Olik kian menghitam. Perutnya juga terus membesar. Napasnya terlihat sesak. Sedang transplant hatinya masih harus menunggu izin Konsil Kedokteran Pusat Tiongkok.

Hati HitamMas Olik bersama Abror--

Ketika dokter tiba saya mengajaknyi bicara. Saya tidak perlu bicara bisik-bisik. Toh, Mas Olik dan Nisa, istrinya, tidak paham yang saya bicarakan –dalam bahasa Mandarin.

Yang penting ketika bicara saya tidak boleh terlihat sedang prihatin. Wajah saya harus tetap biasa saja. Tidak boleh ada ekspresi sedih.

Padahal, dalam hati, saya sangat khawatir. Jangan sampai Mas Olik meninggal sebelum sempat dilakukan transplant.

Saya minta dokter benar-benar memperhatikan tiga hal itu: wajah yang menghitam, perut yang membesar, dan napas yang tersengal.

Sambil bicara saya melirik Mas Olik dan Nisa. Mereka tampak memperhatikan pembicaraan kami. Saya tersenyum kecil kepada mereka –seolah ini pembicaraan biasa.

Ada yang harus saya bicarakan dengan dokter: wajah Mas Olik kian menghitam. Perutnya juga terus membesar. Napasnya terlihat sesak.

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Read Entire Article
| | | |