jabar.jpnn.com, CIREBON - Perda KTR yang baru disahkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon memicu protes. Pelaku ekonomi kreatif (ekraf) hingga pengusaha reklame menganggap aturan itu terlalu mengekang dan berpotensi menggerus PAD.
Pelaku ekraf di Cirebon pun menyampaikan keluhan mereka kepada Bupati terkait adanya pasal larangan iklan, promosi, dan sponsorship rokok dalam pembahasan Peraturan Daerah (Perda) kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Mereka menilai aturan itu berpotensi memukul sektor reklame yang selama ini menjadi penopang pendapatan daerah.
Para pelaku usaha menyebut, reklame sangat bergantung pada titik-titik strategis yang mudah terlihat publik.
Namun dengan adanya pasal larangan reklame rokok dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, ruang gerak industri reklame bakal semakin sempit.
Salah satu pengusaha reklame di Kabupaten Cirebon, Muchtar Kusuma, mengatakan pihaknya sebelumnya dilibatkan dalam paparan Rencana Strategis (Renstra) 2025–2029.
Saat itu, sektor reklame ditargetkan berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp 6,7 miliar atau naik sekitar Rp 500 juta setiap tahun.
Di sisi lain, menanggapi polemik pasal larangan total penjualan rokok radius 200 meter serta reklame radius 500 meter, Bupati Cirebon Imron Rosyadi menegaskan bahwa fokus aturan tersebut hanyalah pengaturan kawasan tanpa rokok, bukan pelarangan total.



















































