jabar.jpnn.com, KOTA BANDUNG - Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat (Jabar) Eka Santosa turut angkat bicara mengenai kepemimpinan Gubernur Dedi Mulyadi.
Menurutnya, kepemimpinan dan kebijakan yang diambil Dedi Mulyadi di Jawa Barat berpotensi melanggar perundang-undangan. Pasalnya, Dedi dinilai menghilangkan peran legislatif dalam mengambil sebuah kebijakan.
Eka mencontohkan, saat tidak dilibatkan dalam penyusunan APBD 2025, harusnya DRPD Jabar tersinggung dan minta penjelasan atau melakukan pemanggilan.
Padahal kata Eka, dalam sistem demokrasi terdapat tiga unsur untuk membuat sebuah kebijakan yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Ketiganya berperan penting demi menjaga agar tidak adanya kekuasaan yang absolut dari seorang pemimpin atau kepala daerah.
"Ada amanah konstitusi, DPRD punya hak budgeting. Seorang Gubernur, disumpah menjalankan konstitusi, termasuk peraturan daerah (Perda)," ujar Eka saat ditemui JPNN.com, di Kota Bandung, dikutip Rabu (14/5/2025).
Kata Eka, ia dan sejumlah tokoh telah membentuk Kaukus Ketokohan Jabar yang lahir dari keresahan yang sama yaitu kepemimpinan Dedi Mulyadi yang dinilainya tak mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi.
Bahkan, menjelang 100 hari kepimpinan Dedi Mulyadi, kaukus ketokohan Jabar telah merangkum lima poin penting yang jadi sorotan.
Kelimanya yaitu penganggaran APBD yang diduga tidak melibatkan DPRD Jabar, penyegelan sejumlah tempat wisata, pendidikan karakter di barak militer dan keanggotaan keluarga berencana bagi penerima bantuan sosial.