jabar.jpnn.com, KOTA BANDUNG - Bencana banjir bandang dan longsor di beberapa wilayah Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat dan sekitarnya yang terjadi mulai 24 November 2025 hingga sekarang, menimbulkan dampak kerusakan yang luas.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), per 30 November 2025, korban meninggal dunia di Sumut mencapai 166 orang, Aceh 47 orang, dan Sumbar 90 orang. Jumlah tersebut pun dapat mengalami peningkatan.
Peristiwa ini mendapatkan perhatian dari para pakar Institut Teknologi Bandung (ITB), khususnya dari Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB), yang memandang bahwa fenomena ini merupakan dampak dari interaksi antara faktor atmosfer, kondisi geospasial, dan kapasitas tampung wilayah.
Secara klimatologis, wilayah Sumatra bagian utara memang sedang berada pada puncak musim hujan. Berbeda dengan beberapa wilayah lain di Indonesia, daerah ini memiliki distribusi hujan sepanjang tahun dengan kemungkinan dua kali puncak musim hujan.
Ketua Program Studi Meteorologi, Dr. Muhammad Rais Abdillah, S.Si., M.Sc., dari Kelompok Keahlian Sains Atmosfer, menjelaskan bahwa karakteristik curah hujan di wilayah ini memang berbeda dibandingkan daerah lain di Indonesia.
“Memang wilayah Tapanuli sedang berada pada musim hujan, karena Sumatera bagian utara memiliki pola hujan sepanjang tahun atau dua puncak hujan dalam satu tahun, dan saat ini berada pada puncaknya," kata Rais dalam keterangannya, Senin (1/12/2025).
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa curah hujan pada periode tersebut tergolong sangat lebat.
Berdasarkan data lapangan dan laporan media, sejumlah wilayah mencatat curah hujan lebih dari 150 milimeter, bahkan terdapat stasiun BMKG yang mencatat curah hujan lebih dari 300 milimeter, yang dikategorikan sebagai curah hujan ekstrem.



















































