jogja.jpnn.com, YOGYAKARTA - Peneliti Hidrologi Hutan dan Konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Universitas Gadjah Mada (UGM) Hatma Suryatmojo menyoroti banjir bandang yang menerjang wilayah Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat hingga saat ini ada 442 korban meninggal dunia dan ratusan lainnya masih hilang dalam bencana ekologis tersebut.
Menurut Hatma, bencana ini dinilai sebagai kombinasi faktor alam dan ulah tangan manusia.
"Curah hujan ekstrem ini dipicu oleh dinamika atmosfer luar biasa, termasuk adanya Siklon Tropis Senyar yang terbentuk di Selat Malaka pada akhir November 2025. Namun, cuaca ekstrem hanyalah pemicu awal. Dampak merusak banjir bandang tersebut sesungguhnya diperparah oleh rapuhnya benteng alam di kawasan hulu,” katanya, Senin (1/12).
Kerusakan ekosistem hutan di hulu DAS disebutnya menghilangkan fungsi dalam meredam curah hujan yang tinggi.
Hutan di wilayah hulu DAS berperan vital sebagai penyangga hidrologis.
Ia mengibaratkan vegetasi hutan yang rimbun seperti spons raksasa yang menyerap air hujan ke dalam tanah dan menahannya agar tidak langsung terbuang.
“Dengan demikian, hutan menjaga keseimbangan siklus air, mencegah banjir di musim hujan sekaligus menyediakan aliran dasar saat musim kering," ujarnya.



















































