jogja.jpnn.com, YOGYAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan sikap terbuka terhadap kemungkinan pengembalian konsesi tambang kepada pemerintah. Langkah ini dipertimbangkan sebagai salah satu jalan keluar untuk menyudahi polemik serta ketegangan yang terjadi di internal organisasi.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PBNU Najib Azca mengungkapkan bahwa jajaran pengurus, termasuk Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), tidak menutup diri terhadap opsi tersebut jika memang dipandang sebagai solusi terbaik.
"Kami terbuka, terutama saya, terus terang, ya, dari Tanfidziyah dari Ketua Umum Gus Yahya, kami terbuka. Kalau itu menjadi solusi, kenapa tidak," ujar Najib saat ditemui di Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Sleman, Jumat (19/12).
Najib menegaskan bahwa sejak awal PBNU tidak pernah meminta jatah pengelolaan tambang.
Pemberian izin tersebut murni merupakan inisiatif dari Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, di akhir masa jabatannya dengan harapan dapat dioptimalkan untuk kemaslahatan umat.
Namun, dalam perjalanannya, muncul dinamika yang tidak sesuai harapan sehingga memicu perpecahan di dalam tubuh organisasi. Oleh karena itu, fokus utama PBNU saat ini adalah mendorong terjadinya islah atau rekonsiliasi.
"NU itu tidak pernah minta tambang. Cuma, kan waktu itu diberi oleh Presiden Jokowi. Ya, oke lah, kalau memang diberi kami akan coba optimalkan. Namun, kalau sekarang muncul polemik, solusinya apa? Nah, itu (pengembalian konsesi) mungkin salah satu sub dari kesepakatan kalau memang dianggap perlu," tambah Najib.
Desakan dari Tokoh Senior NU
Wacana pengembalian konsesi tambang ini menguat setelah sejumlah tokoh penting NU menyuarakan keprihatinan mereka.



















































