PekaKota: Mengkritisi Perkotaan dari Sejarah, Arsitektur, hingga Sosial Budaya

6 hours ago 10

Kamis, 06 Maret 2025 – 09:00 WIB

 Mengkritisi Perkotaan dari Sejarah, Arsitektur, hingga Sosial Budaya - JPNN.com Jateng

Kelas PekaKota 2025 menjadi ruang belajar alternatif bagi anak muda untuk memahami isu-isu perkotaan melalui pendekatan lintas disiplin ilmu. Foto: Dokumentasi untuk JPNN

jateng.jpnn.com, SEMARANG - Sejumlah anak muda dari berbagai latar belakang berkumpul dalam sebuah kelas yang tak biasa. Alih-alih berada di ruang kelas konvensional, mereka mengikuti sesi pembelajaran di Rumah Pohan, kawasan Kota Lama Semarang, yang biasanya digunakan untuk pameran seni.

Mereka tidak hanya mendengar paparan pemateri, tetapi juga aktif berdiskusi dan mengajukan pertanyaan kritis mengenai isu-isu perkotaan.

Kegiatan ini merupakan bagian dari Kelas PekaKota Institute 2025, yang digelar pada 13–19 Februari. Program tahunan yang diinisiasi oleh Kolektif Hysteria ini telah berlangsung sejak 2016 dan bertujuan menjadi ruang belajar alternatif bagi anak muda untuk memahami isu-isu perkotaan melalui pendekatan lintas disiplin ilmu.

Kota yang Berkembang, Kampung yang Tersisih

Manajer Program PekaKota Institute Nella menjelaskan kelas ini hadir sebagai respons terhadap dampak urbanisasi yang semakin kompleks. Pertumbuhan kota yang masif sering kali mengorbankan kampung-kampung yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan urban.

"Secara pragmatis, PekaKota ingin menawarkan strategi dan perspektif baru dalam menghadapi tantangan populasi perkotaan yang terus meningkat, sekaligus mengajak berbagai pihak untuk berpartisipasi dalam kontestasi ruang yang semakin intens," ujarnya melalui keterangan resmi yang diterima JPNN, Kamis (6/3).

Salah satu isu utama yang dibahas dalam kelas ini adalah bagaimana kota berkembang dengan orientasi kapital, sementara komunitas kecil seperti kampung kota justru semakin termarjinalisasi. Hal ini ditegaskan oleh Melani Budianta, seorang akademisi yang membahas urgensi mempertahankan kampung kota sebagai bagian dari keseimbangan sosial dan budaya perkotaan.

"Urban Sprawl dan gentrifikasi menyebabkan ketimpangan sosial. Kampung kota mulai kehilangan identitasnya akibat pembangunan yang tidak berpihak pada masyarakat kelas bawah," paparnya.

Kelas PekaKota 2025 menjadi ruang belajar alternatif bagi anak muda untuk memahami isu-isu perkotaan melalui pendekatan lintas disiplin ilmu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jateng di Google News

Read Entire Article
| | | |