jateng.jpnn.com, SEMARANG - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bersama Kejaksaan Tinggi resmi menandatangani nota kesepahaman pelaksanaan pidana kerja sosial untuk diterapkan pada 2026, sejalan dengan berlakunya KUHP baru.
Gubernur Ahmad Luthfi menyebut pidana kerja sosial bukanlah bentuk hukuman yang menghukum semata. Dia menilainya sebagai sarana untuk membangun kembali kesadaran pelaku, lewat kontribusi yang nyata kepada masyarakat.
“Ini bukan sekadar hukuman, tetapi cara agar pelaku memahami kesalahannya dan memperbaiki diri melalui kontribusi kepada masyarakat,” ujar Gubernur di Semarang, Senin (1/12).
Di mata Luthfi, konsep ini satu napas dengan keadilan restoratif, pendekatan pemidanaan yang lebih manusiawi dan mengutamakan pemulihan.
Penandatanganan MoU juga digelar serentak antara para kepala kejaksaan negeri dengan bupati dan wali kota se-Jawa Tengah. Kesepakatan tersebut mengatur detail teknis, yakni penyediaan lokasi, pengawasan, pembinaan hingga alur pelaporan.
Semua disiapkan sebagai respons atas pemberlakuan penuh KUHP baru pada 2 Januari 2026.
Luthfi menegaskan satu hal: pengawasan harus ketat. Sebab yurisdiksi kerja sosial sepenuhnya berada di tangan pemerintah kabupaten dan kota.
“Kepala daerah harus memastikan tempat kerja sosial itu bermanfaat, tidak merendahkan martabat, dan tidak dikomersialkan. Pengawasan melekat ada di daerah, dan pelaksanaannya wajib dilaporkan ke Kejaksaan,” tegasnya.



















































