jpnn.com, JATINANGOR - Sampai Mei 2025, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat terus mengusulkan beragam tindak pidana untuk diselesaikan melalui restorative justice (keadilan restoratif).
Keadilan restoratif di Kejaksaan merupakan kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
"Kejaksaan Tinggi Jawa Barat telah menyelesaikan perkara pidana melalui RJ sebanyak 55 perkara," ujar Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Katrina Endang Sri dalam acara Sound of Justice dengan tema "Hukum Rasa Manusia; Bikin Aman, Bukan Bikin Takut" di Auditorium Tommy Koh-Mochtar Kusumaatmadja, Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang, Rabu (14/5).
Diskusi yang diselenggarakan on-site ini merupakan kerja sama Jaksapedia dan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran.
Katarina menjelaskan bahwa semangat dari RJ adalah untuk membumikan keadilan di tengah anggapan hukum yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
"RJ mampu memperbaiki citra penegakan hukum. Kini, hukum itu tajam ke atas dan humanis ke bawah," tegas Katarina.
Dengan adanya RJ, tidak semua perkara pidana ringan diproses di pengadilan.
Melalui RJ diharapkan tidak terjadi stigma yang mungkin dialami oleh pelaku tindak pidana.