jpnn.com, JAKARTA - Sebanyak 664 Tenaga Pendamping Profesional (TPP) dari seluruh Indonesia resmi menggugat Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis (10/7).
Gugatan ini diajukan atas tindakan sepihak Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal yang telah memberhentikan mereka dari statusnya sebagai TPP tanpa dasar hukum yang sah dan bertentangan dengan prinsip-prinsip asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).
Kandidatus Angge, salah satu pendamping desa dari NTT menjelaskan dirinya diberhentikan secara sepihak oleh Kemendes karena diduga tercatat sebagai calon anggota legislatif pada Pemilu 2024.
"Padahal, pada Januari 2025 kami sudah kembali diangkat karena kontraknya per tahun dan gaji kami sudah dibayar juga selama tiga bulan. Namun, pada April kami tiba-tiba dipecat secara sepihak," kata Kandidatus Angge saat ditemui di PTUN di Jakarta Timur, Kamis (10/7).
Dia menjelaskan dirinya bersama ratusan TPP lainnya sudah bekerja selama kurang lebih 10 tahun dan selalu mendapatkan penilaian yang baik.
"Hal ini sungguh sangat mencederai rasa kemanusiaan dan keadilan sebagai anak bangsa," lanjutnya.
Sementara itu, kuasa hukum para penggugat, Saleh menyampaikan tidak terdapat ketentuan hukum yang melarang TPP mencalonkan diri selama tidak bertentangan dengan kontrak kerja yang berlaku.
Dia menegaskan surat perintah kerja dan surat pernyataan tertanggal 3 Januari 2025 yang ditandatangani para penggugat tidak menyebutkan larangan mencalonkan diri pada Pemilu 2024, karena dokumen tersebut berlaku untuk periode kontrak 2025.