jpnn.com - Anggota Badan Pengkajian MPR RI sekaligus Ketua Kelompok DPD RI di MPR Dr. Dedi Iskandar Batubara menyoroti kian melemahnya praktik desentralisasi di Indonesia.
Senator Dedi Iskandar menilai semangat otonomi daerah yang menjadi salah satu tuntutan reformasi 1998 justru makin tereduksi akibat berbagai regulasi yang menarik kewenangan daerah kembali ke pusat.
“Sejak reformasi, otonomi daerah adalah poin penting. Tapi hari ini kewenangan daerah makin terdistorsi. Undang-Undang Minerba, Cipta Kerja, sampai kebijakan fiskal justru menarik otoritas ke Jakarta,” ujar Senator Dedi dalam forum diskusi bertajuk “Hubungan Pusat dan Daerah (Optimalisasi Desentralisasi dan Otonomi Daerah)" yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen bekerja sama Humas Setjen MPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (10/9/2025).
Dalam diskusi ini, Senator Dedi menjadi pembicara bersama Peneliti Utama Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Siti Zuhro dan anggota MPR RI dari Fraksi Partai Golkar Firman Soebagyo serta Julianto selaku Moderator.
Menurut Dedi, desentralisasi sejatinya memiliki tiga tujuan utama: politik, ekonomi, dan administratif.
Namun, kata dia, kondisi saat ini justru membuat daerah kehilangan peluang untuk mengelola sumber daya alam dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Daerah yang kaya sumber daya, seperti tambang nikel atau batubara, justru masih dihantui angka kemiskinan tinggi. Kekayaannya lari ke pusat, masyarakat setempat tetap miskin,” tegas Senator Dedi.
Dedi juga menyoroti turunnya alokasi dana transfer ke daerah yang pada 2019 mencapai lebih dari Rp 1.000 triliun, kini tinggal Rp 650 triliun atau sekitar 29,4 persen. Kondisi ini membuat kepala daerah makin terbatas dalam melakukan inovasi pembangunan.