jpnn.com - JAKARTA – Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyatakan mayoritas publik mendukung kesetaraan penyidik, serta peningkatan transparansi dan akuntabilitas penanganan kasus pidana dimasukkan dalam Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan Atas UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Peneliti LSI Yoes C Kenawas mengatakan terkait isu kedudukan penyidik di RUU KUHP, yang juga dipandang menjadi perdebatan, pihaknya menemukan bahwa 61,6 persen responden mendukung kesetaraan penyidik.
"Sebanyak 61,6 persen menyatakan kedudukan semua penyidik (misalnya, penyidik kejaksaan, BNN, dan PPNS) seharusnya setara dan sebanding secara kualifikasi dan kompetensi,” kata Yoes saat rilis Survei Nasional LSI di Kana-Kana Cafe, Jakarta Selatan, Minggu (13/4). "Ini akan menjadi perdebatan apakah Polri menjadi penyidik utama, atau lembaga lain yang punya kewenangan yang sama. Menurut masyarakat, enggak cuma terpusat di satu lembaga," tambah Yoes dikutip dari keterangan resminya.
Survei nasional LSI menyasar 1.214 responden yang dipilih melalui metode double sampling atau pengambilan sample secara acak dari kumpulan data hasil survei tatap muka yang dilakukan sebelumnya. Responden yang dipilih ialah WNI berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah dan memiliki telepon/handphone. Margin of error survei ± 2.9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen, asumsi simple random sampling. Wawancara dengan responden dilakukan lewat telepon oleh pewawancara yang dilatih.
Yoes menambahkan bahwa hasil survei nasional berlatar belakang isu RUU KUHAP pada periode 22-26 Maret itu menyimpulkan beberapa poin penting.
Salah satunya ialah 86 persen responden menilai pentingnya keberadaan saluran lain untuk menindaklanjuti laporan atau pengaduan yang tidak mendapatkan kejelasan dalam waktu 14 hari sejak laporan diterima. Dari 86 persen itu, 38,8 persen di antaranya menyatakan keberadaan saluran pelaporan sangat penting. Hanya 7,2 persen menganggap saluran pelaporan tersebut tak diperlukan. Perinciannya, 1,8 persen menyatakan sangat tidak penting, dan 5,4 persen menyebut tidak penting. "Permasalahannya, kan, kalau enggak viral enggak ada keadilan. Harus ada mekanisme masyarakat melaporkan kalau laporan mereka tidak ditindaklanjuti dalam 14 hari," ungkap Yoes.
Lebih lanjut Yoes mengatakan survei juga menemukan mayoritas responden menunjukkan tingkat persetujuan cukup tinggi atas isu-isu terkait proses penegakan hukum, termasuk restorative justice, pendampingan oleh advokat/penasihat hukum, izin dan saksi dalam penggeledahan, ketersediaan dan aksesibilitas informasi perkara kriminal, pengujian sebelum upaya paksa, serta saluran menyampaikan keberatan.
Survei nasional LSI juga menyoroti berbagai aspek penegakan hukum yang terjadi hingga saat ini, mulai dari kepercayaan terhadap lembaga hingga transparansi penindakan atas oknum yang melakukan kejahatan. Yoes mengatakan hasil survei kali ini memperlihatkan adanya penurunan kepercayaan terhadap lembaga penegak hukum dibanding riset yang dilakukan di Januari 2025 lalu.