jateng.jpnn.com, SEMARANG - Hampir seratus penonton menyaksikan sebuah malam pertunjukan intim di Rumah Pohan, Kota Lama Semarang, Kamis (11/9) malam.
Acara yang mengusung "Iya, Saya… tapi Saya Lebih Baik Tidak" dan "Aku dan Semarang" itu menghadirkan dua pementasan monolog yang berlangsung hangat, akrab, sekaligus reflektif di tengah keramaian Festival Kota Lama 2025.
Pertunjukan ini diinisiasi Kolektif Hysteria bersama Rumah Pohon sebagai bagian dari perayaan seni, budaya dan sejarah yang berlangsung 6–14 September 2025.
Festival menghadirkan program lintas disiplin untuk menghidupkan kembali kawasan bersejarah Kota Lama sebagai ruang interaksi kreatif.
Malam pertunjukan dibuka dengan musik akustik dari duo Dua Nada yang membawakan lagu-lagu ceria berbahasa Indonesia dan Belanda.
Nuansa ringan itu menjadi pengantar sebelum penonton diajak memasuki ruang dramatik.
Monolog pertama berjudul Aku dan Semarang dibawakan oleh Dewi Wulansari dengan naskah karya Inge Dümpel, penulis Belanda keturunan Indonesia, dibantu Pujo Nugroho.
Pementasan ini menghadirkan percakapan intim antara tubuh, ingatan, dan kota. Semarang ditampilkan bukan sekadar latar, melainkan sebagai entitas hidup melalui fragmen kisah tokoh-tokoh yang terkait dengannya, antara lain Jans Kloppenburg-Versteegh, De Locomotief, Rob Nieuwenhuys dan NH Dini.


















































