Akademisi: Pembatasan Jabatan Sipil untuk TNI Wajar, tetapi Tidak untuk Polri

2 hours ago 19

 Pembatasan Jabatan Sipil untuk TNI Wajar, tetapi Tidak untuk Polri

Facebook JPNN.com LinkedIn JPNN.com Whatsapp JPNN.com Telegram JPNN.com

Ilustrasi Polri. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil mendapat sorotan dari akademisi Universitas 17 Agustus, Fernando Emas.

Ia menilai putusan tersebut menunjukkan ketidakcermatan MK dalam memahami konteks regulasi dan sejarah reformasi sektor keamanan di Indonesia.

“Seharusnya Mahkamah Konstitusi (MK) dalam memutuskan uji materiil terhadap Undang-undang harus mendalami dan memahami secara menyeluruh bukan hanya sekedar mengikuti arus keinginan masyarakat,” ujar Fernando saat dihubungi wartawan, Jumat (14/11).

Menurutnya, MK gagal menangkap esensi Undang-Undang Kepolisian, khususnya Pasal 8, serta dinamika reformasi Polri setelah 1998.

Ia membandingkan putusan ini dengan sikap MK ketika menguji Undang-Undang Militer beberapa waktu lalu.

“Mahkamah Konsitusi sepertinya gagal memahami UU Kepolisian pasal 8 dan reformasi yang dilakukan pasca reformasi 1998. Namun berbeda ketika menyikapi UU Militer yang diuji ke MK beberapa waktu lalu," ujar dia.

Fernando menegaskan MK harus berdiri independen, bebas dari tekanan publik maupun kelompok tertentu, dan hanya mendasarkan putusan pada nilai-nilai konstitusi.

“Mahkamah Konsitusi harus independen dalam bersikap, jangan dipengaruhi oleh tekanan ataupun pemikiran dari pihak lain tetapi harus berdasarkan pada nalar dan nilai konstitusi yang dianut oleh Indonesia," bebernya

beberapa jabatan strategis di kementerian dan lembaga memang membutuhkan keahlian teknis kepolisian, sehingga tidak tepat jika MK melarang secara total

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Read Entire Article
| | | |