jatim.jpnn.com, SURABAYA - Kalangan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Timur menilai formula penetapan upah minimum provinsi (UMP) yang diteken Presiden Prabowo Subianto belum selaras dengan kebutuhan hidup layak (KHL).
Sekretaris Jenderal KSPI Jawa Timur Ahmad Jazuli menyebut aturan pengupahan justru semakin rumit pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023.
“Pengupahan tahun ini berbelit-belit pasca putusan MK Nomor 168. Kami sebagai penggugat dan saya sebagai saksi mengikuti seluruh persidangan. Putusan MK jelas menyatakan formula UU Cipta Kerja dan PP turunannya tidak berlaku,” ujar Jazuli, Rabu (17/12).
Menurut Jazuli, berdasarkan perhitungan dan survei pemerintah melalui Dewan Ekonomi Nasional (DEN), kebutuhan hidup layak (KHL) buruh di Jawa Timur saat ini berada di kisaran Rp 3,5 juta per bulan.
Namun, UMP Jawa Timur 2025 hanya berada di kisaran Rp 2,3 juta per bulan. Bahkan, jika mengacu pada formula UMP 2026 yang telah ditetapkan pemerintah pusat, UMP Jawa Timur diproyeksikan hanya naik menjadi sekitar Rp 2,4 juta.
“KHL Jawa Timur Rp 3,5 juta. Kalau mengacu pada formulasi terbaru dengan alfa tertinggi 0,9, UMP Jatim hanya sekitar Rp 2,4 juta,” katanya.
Ia menegaskan, proyeksi UMP Jawa Timur 2026 tersebut masih terpaut jauh dari KHL. Berdasarkan hitungan KSPI, UMP Jatim baru mencapai sekitar 64 persen dari kebutuhan hidup layak.
“Itu masih sangat jauh dari KHL. Baru 64 persen dari kebutuhan hidup layak. UMP Jatim bahkan menjadi yang terendah keempat se-Indonesia. Kenapa tidak disesuaikan langsung dengan KHL?” ucap Jazuli.



















































