jatim.jpnn.com, SURABAYA - Kalangan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Timur menyoroti formula baru perhitungan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Sekretaris Jenderal KSPI Jawa Timur Ahmad Jazuli menilai formula tersebut justru berpotensi melanggengkan ketimpangan atau disparitas Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang selama ini terjadi di Jawa Timur.
“Terkait perhitungan UMP dengan formula itu, pertama jauh dari KHL. Kalau nantinya UMK tetap ditetapkan dengan besaran yang sangat rendah di banyak kabupaten/kota maka disparitas upah yang selama ini dijadikan alasan pemerintah tidak akan terjawab,” ujar Jazuli, Kamis (18/12).
Dia mencontohkan, berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 100.3.3/1/771/013/2025, Kota Surabaya menjadi daerah dengan UMK tertinggi di Jawa Timur, yakni sebesar Rp 5.032.635. Sementara itu, Kabupaten Situbondo tercatat sebagai daerah dengan UMK terendah, yakni Rp 2.335.209.
Selisih UMK antara Surabaya dan Situbondo tersebut mencapai lebih dari 50 persen, yang menurut Jazuli menunjukkan ketimpangan struktural dalam penetapan upah minimum.
Menurut Jazuli, disparitas upah juga terjadi di wilayah yang secara geografis berdampingan secara langsung. Di antaranya Kabupaten Pasuruan dan Kota Pasuruan, serta Kabupaten Mojokerto dan Kota Mojokerto.
UMK Kabupaten Mojokerto tercatat sebesar Rp 4.925.398, sedangkan UMK Kota Mojokerto hanya Rp 3.031.000. Selisih keduanya lebih dari Rp 1 juta. Hal serupa terjadi di Pasuruan, di mana UMK Kabupaten Pasuruan sebesar Rp 4.936.417, sedangkan UMK Kota Pasuruan Rp 3.358.557.
“Kalau satu daerah hanya dibatasi jalan, tetapi selisih UMK-nya bisa sampai Rp 2 juta, itu tidak realistis. Disparitasnya sangat jauh dan ini fakta di lapangan yang harus dievaluasi,” ucap Jazuli.

















































