jateng.jpnn.com, SEMARANG - Pengamat transportasi Soegijapranata Catholic University Djoko Setijowarno melontarkan kritik tajam terhadap pengelolaan layanan Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang.
Menurutnya, berbagai persoalan mulai dari kondisi armada, kesejahteraan pengemudi hingga lemahnya pengawasan menunjukkan carut-marutnya sistemik yang sudah berlangsung lama.
Djoko menuturkan kritik tersebut bukan tanpa dasar. Dia mengaku hampir setiap hari menggunakan Trans Semarang dan sering berdialog langsung dengan para pengemudi. Pengalamannya di lapangan menunjukkan berbagai ketimpangan yang tak kunjung dibenahi.
"Saya itu hampir tiap hari naik Trans Semarang. Saya tahu persis kondisinya. Saya juga sering wawancara dengan pengemudinya. Ya, saya prihatin," ujarnya kepada wartawan, Sabtu (12/7).
Satu di antara masalah paling mendasar, menurut Djoko, adalah absennya pengawasan. Meski Trans Semarang berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) hingga kini belum memiliki dewan pengawas. Hal ini disebutnya sebagai kesalahan fatal.
"Kerja tanpa pengawasan itu bagaimana? Bagaimana audit keuangannya? Ini BLUD kok tidak ada dewan pengawasnya," kata Djoko.
Dia juga menyoroti ketimpangan sistem penggajian pengemudi. Semua sopir, baik yang mengemudikan bus besar, sedang maupun feeder menerima gaji yang sama, padahal tantangannya berbeda.
Kondisi tersebut menurutnya, menambah beban pengemudi yang sudah harus bekerja dalam situasi yang tidak layak.